Coffee Morning

Anda harus lebih Berani daripada yang Anda yakini, Anda harus lebih Kuat daripada yang tampak dan Anda harus lebih Pintar daripada yang Anda kira. AA Milne (1882-1956)

Seberkas Cahaya, Secerca Harapan

Kita tentu sering mendengar kata "Seberkas Cahaya, Secerca Harapan" awalnya saya tidak terlalu memahami arti dari kata tersebut, namun ketika saya menghadapi suatu persoalan pelik saya dapat memahami arti kata itu dan saya rasa semua orang pun pernah mengalami suatu persoalan pelik yang sangat berat untuk dihadapi.

Ketika persoalan pelik itu muncul kepermukaan, rasa bimbang, kacau, cemas, takut, gundah, marah, benci muncul silih berganti sambil berharap dan menanti datangnya suatu bantuan dan hilangnya permasalahan, dimana pertolongan tersebut sangat berarti melebihi nilai jual emas.

Pertolongan itu dapat membantu kita bangkit dari suatu keterpurukan, berusaha keluar dari permasalahan yang kita hadapi dan menjadi pemenang. Namun kita kadang tidak mengetahui dimana dan darimana kita bisa memperoleh pertolongan tersebut.

Permasalahan yang saya hadapi membuat saya masuk dalam kondisi gelap tanpa arah, yang saya ingin kan hanya lah suatu penyelesaian, dimana saya terus cari dan mencari cara bagaimana saya dapat keluar dari kondisi gelap tersebut. Tidak pernah terbayangkan oleh saya sebelumnya, ketika permasalahan belum dapat saya selesaikan, kritikan dan permasalahan lain turut datang mengganggu sepanjang hari. Tapi suatu dorongan/support dari keluarga, memberikan suatu kekuatan dimana saya merasa yakin untuk dapat menyelesaikan permasalahan tersebut dan ya... permasalahan dapat saya selesaikan.

Memang permasalahan itu tidak pernah habis/lenyap dari kehidupan kita selama kita masih bernafas, tapi yang menjadi pointnya adalah darimana permasalahan itu muncul ?

Efek psikologi nya, saya merasa keluarga saya lah yang menjadi penolong saya... namun saya tidak menyadari, bahwa bantuan yang saya peroleh hanya dorongan/support untuk menghadapi permasalahan. Namun itu lah yang menjadi kekuatan berupa rasa percaya diri untuk dapat menyelesaikan persoalan, dimana pikiran saya dituntut untuk dapat memberikan suatu solusi yang dapat saya lakukan untuk keluar dari permasalahan.

Begitu pula dengan efek pertolongan yang dirasakan oleh umat beragama, ketika mereka menghadapi suatu permasalahan yang pelik, bantuan itu sangat-sangat diperlukan, namun yang terjadi mereka mencari pertolongan dari luar diri mereka (Tuhan/Dewa-Dewi) dan berharap "Sim Salabim..." permasalahan selesai.

Jika kita mau jujur, berapa banyak umat beragama yang mengalami permasalahan yang pelik namun dapat diselesaikan dengan pertolongan dari luar diri mereka dibandingkan dengan umat beragama yang mengalami permasalahan yang pelik namun tidak pernah dapat terselesaikan oleh pertolongan dari luar diri mereka, bahkan terkadang permasalahan yang dihadapi malah bertambah besar.

Pertolongan dari luar diri kita (Tuhan/Dewa-Dewi) maupun dorongan/support dari luar diri kita (Keluarga/Teman) merupakan Seberkas Cahaya yang menjadi suatu Harapan untuk keluar dari permasalahan yang sedang kita hadapi, namun jika tidak ada usaha dari kita sendiri untuk mau keluar dari permasalahan, maka selama itu pula kita tidak akan pernah terlepas dari permasalahan yang sedang kita hadapi.

Banyak orang mengatakan bahwa kita harus lah dapat menerima semua permasalahan yang sedang kita hadapi, maka disitu pikiran kita menjadi lebih tenang dari sebelumnya, sehingga harapan yang kita peroleh menjadi berarti dalam usaha untuk terlepas dari suatu permasalahan yang sedang kita hadapi.

Jadi, sudah kah kita memperoleh Secerca Harapan dalam menghadapi permasalahan kita ?

Readmore »»

Fenomena Ponari

Anak kecil yang bernama Ponari langsung naik daun setelah ia mendapatkan "batu petir" yang katanya dapat menyembuhkan penyakit yang diderita seseorang. Ponari seakan memperoleh kemampuan untuk menyembuhkan penyakit dan hanya dari mulut ke mulut, kemampuan Ponari menjadi tersebar, dikenal orang banyak dan dipercaya bisa menyembuhkan.

Sempat terpikir oleh saya, jika Ponari ini lahir 1500 atau 2000 tahun yang lalu, kemungkinan besar saat ini kita akan mengenal seorang sosok "Tuhan"/"Anak Tuhan" yang mempunyai kemampuan menyembuhkan dengan simbol "Batu", betul ?

Hal ini bisa menjadi candaan bagi manusia saat ini, tapi ia tidak memikirkan dampak yang ditimbulkan oleh kemampuan Ponari saat ini saja dan berapa banyak orang mempercayai nya serta berapa banyak pula orang yang mencela nya.

Seperti itu pula lah, gambaran sosok manusia yang dianggap sebagai "Tuhan"/"Anak Tuhan"/"Nabi"/"Utusan" yang kita kenal saat ini, kemampuan yang dimiliki oleh seseorang dan tersebar luas menjadi suatu batu loncatan untuk menjadi sosok baru, setelah itu akan dikenang orang setelah sosok itu tiada, bahkan cerita kehidupan bisa menjadi dramatis dan mengagumkan...

Ada teman saya mengatakan "Itu kan tahayul, masa batu bisa menyembuhkan, toh ada juga yang ga sembuh". Dia bisa mengatakan demikian karena ia mempercayai hal yang sama tapi berbeda sosok (seorang nasrani). Apakah konsep kesembuhan ilahi yang di elu-elu kan kalangan Gereja memberikan jaminan bahwa "pasti sembuh", siapa yang berani menyatakan hal itu dan siapa berani memberi jaminan kepastian tersebut ?

Tuhan yang ada, juga merupakan sosok yang diciptakan dari generasi ke generasi untuk menjawab kekaguman dan ketidaktahuan atas apa yang ada dialam semesta, siapa yang bisa memberikan jaminan bahwa Tuhan itu ada ? Jika segala sesuatu itu ada, karena pasti diciptakan, berarti itu juga menyatakan bahwa Tuhan juga ada yang menciptakan, tidak ada kekhususan disini.

Apakah tindakan Ponari salah ? tidak, saya bisa menspekulasi dengan mengatakan bahwa tindakan dia merupakan perwujudan "Kasih"/"Cinta Kasih" nya kepada manusia, bahkan Ponari mengorbankan masa kecilnya untuk menyembuhkan orang banyak, keringat bercucuran, kurang tidur sampai sakit karena kelelahan menolong orang lain dan yang lebih penting, Ponari melakukan hal mulia ini sejak ia berusia belia (bandingkan dengan kuasa manusia keturunan yahudi yang dikenal sebagai "Anak Tuhan" yang tiba-tiba memperoleh title nya tersebut setelah menghilang 8 tahun dan melakukan karya nya setelah usia kepala 3)

Masih kah kita mau terkukung dalam permainan kata-kata, sensasi dan kekaguman yang nampak seakan nyata didepan kita tanpa sikap kritis akan kebenaran ?

Readmore »»