Beberapa hari lalu, pagi-pagi saya sudah keluar naik motor, ketika melewati sebuah jembatan yang dekat dengan pasar, saya melihat seorang pengemis duduk di trotoar mengangkat kedua tangannya sambil berdoa, ehm... mungkin, ia memohon agar pada saat itu ada orang yg berbaik hati memberikan sedikit uang kepada nya untuk membeli kebutuhannya.
Sungguh mengenaskan, untuk memperoleh uang saja, pengemis itu sampai berdoa kepada Mahluk Adi Kodrati, seberapa besar pun yang ia peroleh, itulah rejeki pengemis itu dan hasilnya adalah halal. Pemandangan yang berbeda dengan seorang pejabat negara, tidak perlu berdoa, uang "kaget" datang dengan sendiri, entah halal atau tidak dan seberapa besar pun yang ia peroleh, tentunya itu juga rejeki nya atau... itu sifatnya bukan rejeki ? jadi kira-kira apa nama yang cocok untuk itu ?
Pertanyaannya koq bisa ada 2 pemandangan yang berbeda seperti itu ya ?
Yang satu berdoa, baru bisa mendapat rejeki dari Mahluk Adi Kodrati, walau kadang ia memperoleh uang, kadang tidak. Yang satu lagi, tidak perlu berdoa, tapi rejeki jalan terus... lah syarat/kriteria dapat rejeki itu jadi nya apa ? koq ga jelas gini ?
Apakah ada faktor lain dalam memperoleh rejeki ? Memang nya apa bedanya pengemis sebagai manusia ciptaan Mahluk Adi Kodrati dengan pejabat negara/pengusaha yang juga sebagai manusia ciptaan Mahluk Adi Kodrati. Apakah ada sistem pembagian rejeki yang tidak adil ? atau ada sesuatu yang terlupakan oleh Mahluk Adi Kodrati ?
Bagaimana menurut anda ?
Pengemis Jalanan
Tuhan siapa yang lebih baik ?
Ada suatu persoalan klasik, ada orang tua beragama Kong Hu Cu dan rajin beribadah ke Kelenteng, dari muda beliau sudah bekerja keras, sehingga saat ini orang tua tersebut memiliki aset dan harta yang banyak. Orang tua ini memiliki 4 anak dan setiap anaknya dapat menikmati kenyamanan hidup serta mengikuti tren masa kini yaitu beragama Nasrani.
Ada salah satu anaknya mengatakan ke saya, bahwa dia percaya pada Tuhan Nasrani karena apa pun yang dia inginkan pasti bisa diperoleh nya, misalkan ia meminta mobil kepada orang tua nya, maka langsung dibelikan. Ehm... sesuai judul diatas "Tuhan siapa yang lebih baik dalam hal ini ?"
Anak tersebut memperoleh kenyamanan hidup dan semua barang yang di inginkan oleh nya berasal dari kekayaan orang tuanya, dimana kekayaan tersebut berasal dari kerja keras orang tua tersebut dan sesuai dengan pandangan masyarakat, kekayaan dan rejeki yang datang merupakan berkah dari Tuhan Agama Kong Hu Cu.
Jadi jika mengikuti logika diatas, apakah kenyamanan yang dirasakan oleh sang anak merupakan berkah dari Tuhan Nasrani yang dipercaya nya atau berasal dari rejeki orang tuanya yang didapat dari Tuhan Agama Kong Hu Cu ? sehingga dengan Tuhan mana seharusnya ia berterima kasih ?
Saya menulis ini bukan karena saya anti Chris/Nasrani, tapi logika saya masih berjalan dengan baik, sehingga saya tidak buta oleh ego atas Agama. Cerita diatas menggambarkan begitu besar ego yang muncul terhadap Agama dan jika tidak dapat dikontrol dapat menimbulkan keributan, permusuhan dan pertikaian. Hidup bukan didasarkan pada ego terhadap Agama, rejeki berasal dari dalam diri sendiri, jika anda bekerja keras maka rejeki itu akan mengalir dengan sendiri nya selama kondisi memungkinkan dalam artian anda memang layak untuk memperoleh rejeki tersebut.
Haram !!!
Baru-baru ini MUI mengeluarkan fatwa bahwa facebook adalah haram dan hal ini mengundang banyak pandangan yang negatif terhadap fatwa MUI tersebut. Memang facebook bisa membuat orang kecanduan, dalam artian pengguna facebook meluangkan waktu banyak untuk mengurus facebook nya daripada menyelesaikan pekerjaannya, beribadah dan melakukan hal lainnya.
Usaha mengharamkan facebook cukup berdasar tapi bukan tindakan tepat, selain itu MUI terkesan melebih-lebihkan pengharaman facebook daripada mengharamkan VCD/DVD porno yang beredar luas dimasyarakat, bahkan juga tidak pernah diangkat media massa.
Jika sesuatu itu ada sebagai hasil karya manusia, maka dapat terjadi atas seijin Tuhan. Jika facebook itu ada, apakah bukan karena memang seharusnya ada ? Begitu pula dengan halnya babi, apakah dari awal penciptaan Tuhan telah mengharamkan babi ? Jika memang diharamkan dari awal penciptaan, mengapa diciptakan hewan babi ? Untuk menguji iman manusia ?
Tuhan sebagai Mahluk Adi Kodrati yang dijuluki Maha Mengetahui apakah masih perlu ujian untuk mengetahui isi hati dan perbuatan manusia ? Sama halnya dengan babi, babi diharamkan oleh Nabi Muhammad karena dinilai dapat memecah belahkan persaudaraan sebab pada saat itu masyarakat saling berebut binatang babi sehingga menimbulkan keributan dan permusuhan.
Semua hal diatas beralasan, tapi tetap saja bukan sebagai solusi yang tepat, terlebih mengeluarkan statment demi statment sepihak yang divonis sebagai solusi terbaik dalam suatu permasalahan walau sebenarnya malah menimbulkan kontra dari berbagai pihak yang malah menjadi suatu permasalahan yang baru.
Hal ini bukan lah usaha menentang, tapi wacana untuk dapat berpikir realistis dan logis atas suatu permasalahan, mengenai pengharaman itu adalah urusan pribadi yang melibatkan agama dalam permasalahan kehidupan, yang mana lebih bijak itu adalah urusan pribadi setiap orang, setuju atau tidak dengan hal pengharaman itu.