Coffee Morning

Anda harus lebih Berani daripada yang Anda yakini, Anda harus lebih Kuat daripada yang tampak dan Anda harus lebih Pintar daripada yang Anda kira. AA Milne (1882-1956)

Rejeki / Keberuntungan ?

Saya punya seorang teman, 10 tahun yang lalu ia sangat kokoh memegang konsep Agamanya dan juga menjalankan setiap kegiatan dan ritual Agamanya. Setelah lama tidak bertemu, ternyata ia telah pindah ke Agama lain karena ia dituntut oleh pacarnya untuk masuk ke agama pacarnya, koq segampang itu ? padahal sebelumnya dia memegang konsep Agamanya cukup kuat.

Selain itu dia dan keluarganya memiliki masalah ekonomi yang kurang baik juga, bangku kuliah ia tinggal kan dan memilih untuk bekerja sebagai sales MLM, namun setelah menjalankan beberapa tahun, juga tidak ada hasil yang memuaskan. Saat ini ia hanya berprofesi sebagai pengajar les untuk siswa-siswi SMP-SMU dan memiliki penghasilan yang lumayan. Namun dia beranggapan bahwa Tuhan di Agama yang baru-nya lah memberikan dia rejeki/keberuntungan dibandingkan Tuhan di Agama sebelumnya. Apakah benar demikian ?

Saya teringat, bahwa Wakil Presiden kita seorang Muslim memperoleh rejeki/keberuntungan yang sangat berlimpah-limpah, bukan karena ia seorang Wakil Presiden, tapi sebelumnya ia adalah seorang pengusaha yang sukses.

Perusahaan property Ciputra adalah seorang Nasrani yang memperoleh rejeki/keberuntungan yang besar juga, ia memiliki aset property yang sangat banyak dan dapat menikmati kemewahan.

Owner salah satu produsen rokok terbesar di Indonesia adalah seorang Buddhist yang memperoleh rejeki/keberuntungan yang besar, sehingga ia dapat menikmati segala kemewahan.

Di Denpasar ada seorang pengusaha garmen yang sukses adalah seorang Hindust, juga memperoleh rejeki/keberuntungan yang besar, sehingga ia dan keluarganya pun dapat menikmati kemewahan.

Jadi Tuhan yang mana yang memberikan rejeki/keberuntungan ? jika ada yang mengatakan bahwa Tuhan dari Agama nya la yang memberikan rejeki/keberuntungan, maka bisa dikatakan ia berpikiran sempit karena pengertian dia hanya terbatas pada pemahaman Agama yang ia pelajari.

Jika hanya Tuhan dari Agama tertentu saja yang memberikan rejeki/keberuntungan, tentunya hanya manusia yang mempercayai Tuhan dari Agama itu saja yang memperoleh rejeki/keberuntungan, sedangkan manusia lainnya tidak akan pernah memperoleh rejeki/keberuntungan. Tetapi kenyataan/realitas di dunia menyatakan hal lain, bahwa setiap orang memiliki rejeki/keberuntungan nya masing-masing.

Apakah masih ada egoisme pribadi terhadap dogma Agama ?

0 komentar: